Arm’s Length Principle Pada Transaksi Afiliasi

 Arm’s Length Principal Pada Transaksi Afiliasi
Oleh :

Wahyu Budi Argo
Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak berdasarkan SK Nomor 769/PP/IKH/2020
Anggota Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia berdasarkan SK Nomor Kep.0550/AKP2I/VII/2018

 

 

Transaksi afiliasi merupakan sebutan untuk transaksi yang terjadi pada pihak yang memiliki hubungan istimewa. Hubungan istimewa tersebut diatur dalam pasal 18 ayat 4 UU Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang Pajak Penghasilan) dan dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 2009 (Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai). Adapun hubungan istimewa tersebut terjadi dalam hal:

 

Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (duapuluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;

 

Wajib pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau

 

Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

 

Penjelasan Pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:

 

Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan;

 

Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam pengusaanyang sama tersebut.

 

Secara umum, transaksi yang dilakukan oleh satu Wajib Pajak dengan Wajib Pajak lain yang tidak memiliki hubungan istimewa merupakan transaksi yang mencerminkan kekuatan pasar (force market) sehingga harga merupakan kesepakatan antara permintaan dan penawaran, maka hal ini mencerminkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle). Adapun terhadap pihak yang memiliki hubungan istimewa, transaksi afiliasi yang terjadi rentan dipegaruhi oleh kebijakan manajemen bukan murni kekuatan pasar sehingga Direktur Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menguji penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle) pada transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak afiliasinya (affiliated transactions) dinyatakan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagai berikut.

 

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.

 

Penjelasan pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa; 

 

Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. 

Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale pricemethod), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).

 

Demikian juga dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, dinyatakan bahwa dalam hal Harga Jual atau Penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka Harga Jual atau Penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan.


Konsultan Pajak 

Konsultan Pajak Batam 

Konsultan Pajak Kepri

Akuntan 

Akuntan Batam

Kuasa Hukum Pengadilan Pajak